RADAR24.CO.ID — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar meminta PT. Masmindo Dwi Area (MDA) tidak semena-mena menebang pohon cengkeh warga di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel). LBH meminta pihak perusahaan bermusyawarah dengan warga sebelum bertindak.
“Kami meminta kepada perusahaan itu untuk tidak melakukan tindakan pengrusakan tanaman warga. Jadi, harus ada musyawarah dengan warga terkait pembebasan lahan yang akan dilakukan,” kata Koordinator Bidang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya LBH Makassar, Hasbi kepada detikSulsel, Kamis (19/9/2024).
“Perusahaan tidak boleh melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap masyarakat yang ada di sana,” lanjutnya.
Hasbi mengatakan perusahaan mestinya mengedepankan aspek musyawarah. Selain itu, perusahaan juga harus menghormati pemilik lahan yang telah mengelola kebunnya.
“Kita minta mereka melakukan cara-cara musyawarah dengan warga. Jangan melakukan tindakan kekerasan, intimidasi terhadap warga, apalagi sampai menebang pohon warga,” katanya.
“Itu warga sudah menanam berapa tahun cengkehnya, padahal kan itu ditanam dengan jerih payah, bukan ditanam dengan waktu yang singkat,” tambahnya.
Dia juga menyayangkan adanya aparat gabungan TNI-Polri yang terlibat dalam aksi tebang paksa tersebut. Hasbi berharap aparat seharusnya hadir sebagai penegak hukum, bukan melindungi pihak perusahaan.
“Kita juga meminta ke aparat kepolisian, justru jangan hadir menjadi pengamanan perusahaan, kepolisian harus hadir menjadi penegak hukum,” tuturnya.
“Ini kan ada tindakan pengrusakan yang dilakukan oleh perusahaan, harusnya itu yang diproses, belum ada kata sepakat dengan warga,” sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, LBH Makassar menyoroti tindakan PT MDA yang menebang paksa pohon cengkeh milik warga bernama Cones (46) di Luwu. LBH menyebut belum ada kesepakatan antara perusahaan dengan Cones terkait pembebasan lahan tersebut.
“Belum ada kata sepakat, warga belum menyepakati proses pembebasan lahan, tapi perusahaan sudah melakukan pemaksaan (menebang pohon cengkeh warga),” kata Hasbi kepada detikSulsel, Kamis (19/9).
“Kita melihat tindakan ini adalah tindakan perampasan atau pemaksaan terhadap masyarakat untuk menyerahkan tanahnya,” lanjutnya.
Untuk diketahui, penebangan paksa pohon cengkeh milik Cones terjadi di area perkebunan di Desa Bantae Balla, Kecamatan Latimojong pada Senin (16/9) sekitar pukul 09.00 Wita. Total 48 pohon cengkeh milik Cones tumbang usai ditebang pihak perusahaan.
“Anakku menangis, istriku juga, bertiga ka di situ. Itu mi saya bilang, ‘beh orang tidak ada semua kemanusiaannya’. Anak-anak menangis begitu tidak na hentikan,” kata Cones kepada detikSulsel, Rabu (18/9).
Sementara, PT MDA membantah tudingan menyerobot lahan warga saat penebangan pohon cengkeh tersebut. Pihaknya menegaskan bahwa perusahaan melakukan aktivitasnya di atas lahan konsesi yang sah milik perusahaan.
“Lahan yang dimaksud adalah lahan konsesi sah milik MDA, yang diperoleh berdasarkan kontrak karya yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai pemegang hak atas lahan tersebut, MDA berhak menggunakannya untuk kegiatan operasional tambang, sebagaimana diatur dalam kontrak dan undang-undang yang berlaku,” ungkap Corporate Communications Head MDA, Diana Yultiara Djafar dalam keterangannya, Kamis (19/9)
Red
Tim Redaksi