RADAR24.co.id — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membantah pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengenai kasus 1998. Menteri Kabinet Merah Putih itu menyebut tragedi 98 tidak masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat dan meminta masyarakat untuk tidak melihat masa lalu.

 

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menjelaskan pihaknya telah menetapkan peristiwa Mei 1998 sebagai kasus pelanggaran HAM berat sejak 2023. Hal itu dilakukan melalui penyelidikan pro-justitia terhadap rangkaian tragedi kerusuhan yang terjadi pada sesama warga, aparat, maupun pemerintah.

 

“Hasil penyelidikan Komnas HAM menemukan terjadi pelanggaran HAM berat pada peristiwa kerusuhan Mei 98, berupa terjadinya serangan sistematis dan meluas dalam bentuk pembunuhan, kekerasan, penganiayaan dan penghilangan paksa, kekerasan seksual, menghilangkan hak kemerdekaan serta penderitaan fisik,” ujar Anis di Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024.

 

 

 

 

Anis menyebut beberapa penyidikan dalam rangkaian kerusuhan 98, di antaranya peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, peristiwa kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti, dan Semanggi 1-2 pada 1998-1999.

 

Anis menegaskan hasil penyelidikan tersebut sudah dilaporkan kepada Kejaksaan Agung untuk segera ditindaklanjuti. Namun, penyelesaian peradilan kasus pelanggaran HAM berat pada kerusuhan Mei 1998 belum berjalan.

 

“Untuk itu, harapan kami dari Komnas HAM untuk pemerintahan baru ini, agar bisa mendorong dan menindaklanjuti perkara ini melalui penegakan hukum lewat pengadilan hak asasi manusia,” kata dia.

 

Anis menilai penegakan hukum dalam kasus kerusuhan Mei 1998 sangat penting untuk memastikan korban mendapatkan hak atas keadilan. Menurut dia, pengakuan saja tidak cukup, sehingga harus ditindaklanjuti dengan penghukuman pada pelaku kekerasan melalui proses peradilan.

 

“Untuk menetapkan keadilan atas kebenaran dan memenuhi hak pada korban, agar peristiwa yang sama tidak berulang kembali, kemudian korban mendapatkan hak atas pemulihan. Jadi, kami mendorong penegakan hukum ini agar tidak ada imunitas atau tidak terjadi kejahatan tanpa penghukuman,” jelas dia.

 

Sebelumnya, Menko Yusril mengatakan kasus 98 bukan termasuk kategori pelanggaran HAM berat. Dia menilai beberapa dekade tidak terjadi kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, termasuk kasus 98.

 

“Enggak (kasus 98 tidak termasuk pelanggaran HAM berat),” ujar Yusril di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 20 Oktober 2024.

 

Yusril memberikan contoh pelanggaran HAM berat, seperti genosida dan pembersihan etnis. Menurut dia, itu lebih sering terjadi pada masa kolonial dan awal kemerdekaan.

 

 

 

Red